UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 1989 TANGGAL 1 APRIL 1989

TENTANG

T E L E K O M U N I K A S I


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila;

  2. bahwa telekomunikasi merupakan cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga perlu dikuasai oleh Negara demi terwujudnya tujuan pembangunan nasional:

  3. bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkuat dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan umum dan ke-makmuran rakyat, memperlancar kegiatan pemerintahan dan pemerataan pembangunan. mendorong pertumbuhan ekonomi, memantapkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, serta mempererat hubungan antarbangsa dan, oleh karena itu, penye-diaan, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan;

  4. bahwa dalam rangka peningkatan penyelenggaraan telekomuni-kasi diperlukan upaya yang berkelanjutan serta andal dan peran serta masyarakat guna menjamin penyedian jasa telekomunikasi secara optimal bagi masyarakat dan selain mampu mengikuti perkembangan teknologi:

  5. bahwa berdasarkan hal - hal tersebut diatas dan dalam usaha memberikan landasan yang lebih kukuh bagi perwu-judan cita - cita dimaksud, maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 6 Tahun 1983 tentang Telekomunikasi menjadi undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 59. Tambahan Lembaran Negara Nomor 2657) dipandang tidak sesuai lagi dengan kemajuan teknologi dan tuntutan kebutuhan masyarakat sehingga perlu disusun undang-undang yang baru:

mengingat :  Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang - undang Dasar 1945:

Dengan persetujuan


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TELEKOMUNIKASI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara, dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistim elektromagnetik lainnya;

  2. Alat2 telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi:

  3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;

  4. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;

  5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam rangka berteleko-munikasi:

  6. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan sarana dan/atau fasilitas telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  7. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah penyelenggaraan telekomuni-kasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

  8. Penyelenggara telekomunikasi untuk keperluan khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah tertentu, perseorangan, atau badan hukum untuk keperluan khusus atau untuk keperluan sendiri.

  9. Jasa telekomunikasi adalah jasa yang disediakan oleh badan penyelenggara atau badan lain bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan fasilitas teleko-munikasi.

  10. Badan penyelenggara adalah badan usaha milik negara yang bentuk usa hanya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yang bertindak sebagai pemegang kuasa penyelenggaraan jasa telekomunikasi;

  11. Badan lain adalah badan hukum diluar badan penyelenggara berbentuk koperasi, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta nasional, yang berusaha dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi;

  12. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang telekomunikasi.

    BAB II

    TUJUAN DAN ASAS PENYELENGGARAAN

    TELEKOMUNIKASI

    Pasal 2

    Penyelengaraan telekomunikasi bertujuan untuk mendukung persa-tuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatan hubungan antarbangsa.

    Pasal 3

    Penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan dengan berlandaskan asas manfaat, asas adil dan merata, dan asas kepercayaan pada diri sendiri.

    BAB III

    PEMBINAAN TELEKOMUNIKASI

    Pasal 4

  1. Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.

  2. Tata cara pembinaan dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 5

  1. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan di bidang telekomunikasi secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang hidup dalam masyarakat.

  2. Kebijaksanaan di bidang telekomunikasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan pengaturan, penga-rahan, dan pembinaan berbagai sarana, prasarana, dan jenis penyelenggaraan telekomunikasi yang saling menunjang untuk menjamin kelancaran dan kesinambungan penyelenggaraan jasa telekomunikasi sehingga tercapai satu keterpaduan.

    Pasal 6

    Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasi Indonesia.

    Pasal 7

    Penggunaan spektrum frekwensi radio dan orbit geostasioner yang merupa-kan sumber daya alam yang terbatas dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 8

  1. Penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan ge-lombang radio dan gelombang elektromagnetik lainnya dilakukan berdasarkan prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai dengan peruntukannya.

  2. Dalam rangka pengendalian penggunaan gelombang radio dan gelombang elektromagnetik lainnya, perangkat telekomunikasi harus memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

  3. Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dan dimasukan kedalam wilayah Indonesia harus memperhatikan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, syarat-syarat, dan perizinan tentang penggunaan perangkat telekomunikasi terma-suk pengusahaan, pemilikan, dan pemasangan yang meng-gunakan gelombang radio dan gelombang elektromagnetik lainnya diatur dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 9

    Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang meng-gunakan gelombang radio dan gelombang elektromagnetik lainnya untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan mem-perhatikan asas timbalbalik.

    Pasal 10

  1. Kapal atau kendaraan air berbendera asing yang berada diwilayah perairan Indonesia tidak diwajibkan memenuhi per-syaratan teknis yang ditetapkan oleh menteri bagi perangkat telekomunikasi yang digunakannya, kecuali apabila kapal atau kendaraan air tersebut diusakan diwilayah perairan Indonesia, maka ketentuan tersebut Pasal 8 diberlakukan.

  2. Kapal atau kendaraan air berbendera nasional dan yang berbendera asing yang ada di daerah perairan pelabuhan dilarang menggunakan pemancar radio atau gelombang elektromagnetik lainnya,kecuali bila pemancar tersebut;

    1. digunakan untuk kepentingan dan keselamatan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam keadaan marabahaya, wabah, dan keamanan lalu lintas pelayaran atau;

    2. disambungkan kejaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh badan penyelenggara; atau

    3. merupakan bagian dari sistim komunikasi satelit yang peng-gunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.

  3. Ketentuan lebih lanjut tentang penggunaan gelombang radio dan gelombang elektromagnetik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 11

  1. Pesawat udara asing yang berada diwilayah Indonesia tidak diwajibkan mengikuti persyaratan teknis yang ditetapkan Menteri untuk perangkat telekomunikasi yang digunakannya.

  2. Pesawat udara sipil Indonesia dan pesawat udara asing selama berada diwilayah Indonesia dilarang menggunakan pemancar radio atau gelombang elektromagnetik lainnya kecuali bila pemancar tersebut:

    1. digunakan untuk navigasi dan pengamanan lalu lintas udara; atau

    2. disambungkan kejaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh badan penyelenggara; atau

    3. merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku da-lam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.

  3. Ketentuan lebih lanjut tentang penggunaan gelombang radio dan gelombang elektromagnetik lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

    BAB IV

    PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

    Pasal 12

  1. Panyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh pemerintah yang selanjutnya untuk penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat dilimpahkan kepada badan penyelenggara.

  2. Badan lain selain badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar atas dasar kerja sama dengan badan penyelenggara, sedangkan untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi bukan dasar badan lain dapat melaksanakannya tanpa kerja sama dengan penye-lenggara.

  3. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus dapat dilakukan oleh instansi pemerintah tertentu, perseorangan, atau badan hukum selain badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).


    Pasal 13

  1. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi oleh badan lain selain ba-dan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) dan penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dilaksanakan berdasarkan izin.

  2. Persyaratan dan tata cara permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 14

    Dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan persetujuan Menteri, badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) dapat mengadakan perjanjian baik dengan organisasi internasio-nal maupun dengan penyeleng-gara telekomunikasi Negara lain.

    Pasal 15

  1. Penyelenggaraan telekomunikasi bagi keperluan pertahanan keamanan negara dapat menggunakan dan memanfaatkan jasa telekomunikasi yang disediakan badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2).

  2. Alokasi frekwensi radio untuk keperluan penyelenggaraan telekomunikasi bagi pertahanan keamanan negara ditetapkan oleh Menteri.

  3. Ketentuan mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan perta-hanan keamananm negara diatur tersendiri dengan peraturan Pemerintah.

    Pasal 16

  1. Dalam hal penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang dilaksa-nakan oleh badan penyelenggara sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 12 ayat (1) atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) belum dapat menjangkau wilayah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi untuk keperluan khusus sebagai-mana dimaksud dalam Pasal12 ayat (3) dengan izin Menteri dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi untuk kepentingan umum.

  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 17

    Susunan tarif jasa telekomunikasi diatur dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 18

  1. Badan penyelenggara dan badan lain, instansi pemerintah tertentu, perseorangan, dan badan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) wajib memberikan prioritas pengiriman, penyaluran, dan penyampaian berita yang menyang-kut :

    1. kepentingan dan keselamatan negara;

    2. keselamatan jiwa manusia dan harta benda;

    3. bencana alam;

    4. marabahaya;

    5. wabah.

  2. Penetapan lebih lanjut prioritas pengiriman, penyaluran dan pe-nyampaian berita selain berita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri.

    Pasal 19

  1. Untuk kepentingan umum, badan penyelenggara dan badan lain sebagai mana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) dalam melaksanakan usaha penyelenggaraan jasa telekomunikasi diberi kewenangan memasang jaringan telekomunikasi dengan;

    1. melintasi sungai atau danau baik diatas maupun dibawah permukaan;

    2. melintasi laut baik diatas maupun dibawah permukaan.

    3. melintasi jalan umum, tempat umum, dan jalan kereta api.

  2. Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan pera-turan perundang - undangan yang berlaku, dalam melaksanakan usaha untuk kepentingan umum, badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) diberi kewenangan untuk:

    1. Masuk ketempat umum atau perseorangan dan mengguna-kannya untuk sementara waktu:

    2. menggunakan tanah, melintas diatas atau dalam tanah;

    3. melintas diatas atau dibawah bangunan yang dibangun diatas atau di dalam tanah:

    4. menebang atau memotong tumbuh - tumbuhan yang mengha-langinya.

  3. Dalam melaksanakan usaha penyediaan dan peningkatan pela-yanan jasa telekomunikasi, badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) diberi kewenangan untuk memasukkan,menguasai, dan memiliki alat telekomunikasi untuk dipakai dalam penyelenggaraan jasa tele-komunikasi.

    Pasal 20

  1. Untuk kepentingan umum, pihak yang berhak atas tanah, bangun-an, dan tumbuh - tumbuhan wajib mengizinkan badan penyeleng-gara dan badan lain sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) untuk melaksanakan kewenangan sebagai-mana dimak-sud dalam Pasal 19 ayat (2) dengan mendapatkan pembayaran ganti rugi yang layak apabila hal tersebut mengakibatkan pemidahan bangunan dan pencabutan hak atas tanah dan benda yang ada diatasnya.

  2. Pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) tidak berlaku untuk tanah yang langsung dikuasai oleh negara

  3. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepada badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2).

  4. Badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) tidak diperkenankan melaku-kan pekerjaannya sebelum ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan.

Pasal 21

Penetapan dan tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan sesuai dengan dan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22

Kewajiban untuk memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 tidak berlaku terhadap mereka yang mendirikan bangunan, menanam tumbuh-tumbuhan, dan lain - lain dengan tujuan untuk memperoleh ganti rugi diatas tanah yang sudah dibebaskan untuk usaha penyelenggaraan jasa telekomunikasi.


BAB V


PENCEGAHAN GANGUAN, PERLINDUNGAN, DAN
PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

Pasal 23

Perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektro-magnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi dilarang.

Pasal 24

  1. Sarana dan prasarana telekomunikasi untuk penyelenggaraan telekomunikasi mendapat perlindungan dan pengamanan.

  2. Bentuk dan tata cara perlindungan dan pengamanan sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan peme-rintah.

BAB VI

HUBUNGAN ANTARA BADAN PENYELENGGARA, BADAN LAIN
DAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI

Pasal 25

  1. Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) adalah pemegang kuasa penyelenggaraan jasa telekomunikasi.

  2. Badan lain diluar badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) dan perseorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (3) adalah mitra usaha badan penyelenggara.

Pasal 26

Badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) wajib menjamin kelancaran penyelenggaraan jasa telekomunikasi dengan menyediakan fasilitas telekomunikasi yang baik dan dapat diandalakan, serta memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.

Pasal 27

Badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi wajib memberikan pelayanan dan perlakuan yang sama kepada setiap pemakai dan calon pemakai jasa telekomunikasi.

Pasal 28

Setiap orang,badan negara, dan instansi pemerintah ataupun swasta pada dasarnya mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jasa telekomu-nikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 29

Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas teleko-munikasi, badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimak-sud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) atas permintaan pemakai jasa telekomunikasi yang bersangkutan wajib melakukan perekaman pe-makaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pemakai jasa telekomunikasi, dan dapat melakukan perekaman berita sesuai deng-an peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30

  1. Pemakai jasa telekomunikasi berhak mengajukan tuntutan ganti rugi yang layak atas kerugian dari penggunaan jasa telekomunikasi sepan jang dapat dibuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan badan penyelenggara dan badan lain sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2).

  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap kerugian yang timbul karena sebab diluar kemampuan badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2).

  3. Tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

BAB VII

RAHASIA BERITA

Pasal 31

Badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) wajib menjamin kerahasiaan berita yang dikirim dan diterima dengan menggunakan jasa telekomunikasi.

Pasal 32

Penyampaian rekaman berita oleh badan penyelenggara dan badan lain kepada pemakai jasa telekomunikasi untuk keperluan pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 tidak merupakan pelang-garan ketentuan

BAB VIII

BADAN PERTIMBANGAN TELEKOMUNIKASI

Pasal 33

  1. Dalam rangka pelaksanaan undang - undang ini dan sejalan dengan perkembangan teknologi dibidang telekomunikasi serta dinamika masyarakat, dengan Keputusan Presiden dibentuk Badan Pertimbangan Telekomunikasi.

  2. Badan Pertimbangan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan forum koordinasi yang bertugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat untuk merumuskan kebijak-sanaan dibidang telekomunikasi serta membahas masalah telekomunikasi yang sifatnya strategis.

Pasal 34

Susunan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Badan Per-timbangan Telekomunikasi ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 35

Setiap perbuatan yang dilakukan tanpa hak dengan sengaja untuk mengubah jaringan telekomunikasi dan/atau memanupulasi penye-lenggaraan telekomunikasi sehingga menimbulkan kerugian pada penyelenggara atau pun pemakai jasa telekomunikasi merupakan tindak pidana

Pasal 36

  1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan mengenai penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan ge-lombang radio dan gelombang elektromagnetik lainnya seba-gaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1) diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda setinggi - tinginya Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta Rupiah).

  2. Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang meng-akibatkan gangguan penyelenggaraan telekomunikasi sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 23 diancam dengan pidana penjara selama - lamanya 4 (empat) tahun atau denda setinggi - tingginya Rp.40.000.000,00 (empatpuluh juta Rupiah).

  3. Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan matinya seseorang, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

  4. Barangsiapa karena kelalaiannya mengakibatkan gangguan pe-nyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 23 diancam dengan pidana penjara selama - lamanya 1(satu) tahun atau denda setinggi - tingginya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah).

  5. Apabila kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) meng-akibatkan matinya seseorang, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.

Pasal 37

  1. Barangsiapa melanggar ketentuan mengenai pengusahaan, pemi-likan, atau pemasangan pemancar radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) diancam dengan pidana penjara selama - lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi - tingginya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah).

  2. Barangsiapa memasukkan pemancar radio kedalam wilayah Indonesia, memperdagangkan, membuat, atau merakit pemancar radio yang akan digunakan didalam negeri tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diancam dengan pidana penjara selama - lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi -tingginya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah)

  3. Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (2) diancam dengan Pidana penjara selama - lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi - tingginya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pasal 38

Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diancam pidana sesuai dengan ketentuan kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Pasal 39

  1. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38, dilakukan oleh atau atas tanggung jawab suatu badan hukum, penuntutan dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus atau penanggung jawab kecuali apabila pengurus atau penanggung jawab tersebut dapat membuktikan bahwa hal tersebut tidak karena kesalahannya.

  2. Semua alat telekomunikasi dan barang-barang lainnya yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 dapat disita dan dirampas untuk negara dan diserahkan kepada Departemen yang bertanggung jawab dibidang telekomunikasi untuk keper-luan negara atau segera dimusnahkan.

  3. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 40

  1. Selain oleh pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana yang dimaksudkan dalam undang undang ini serta peraturan pelaksanaannya dapat juga dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  2. Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik pegawaqi negeri sipil berwenang antara lain:

  1. menghentikan penggunaan peralatan telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;

  2. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka:

  3. melakukan pemeriksaan prasarana telekomunikasi;menggeledah tempat yang diduga digunakan melakukan tindak pidana;

  4. Menyegel dan / atau menyita alat-alat telekomunikasi yang digunakan melakukan tindak pidana.

  1. Pelaksanaan kewenangan dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 41

Segala peraturan pelaksanaan yang berlaku berdasarkan Undang - undang Nomor 5 Tahun 1964 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diadakan yang baru berdasarkan undang-undang ini.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42

Dengan berlakunya undang-undang ini. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 66) menjadi Undang - Undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 59. Tambahan Lembaran Negara Nomor 2657) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 43

Undang - undang ini disebut Undang - Undang Telekomunikasi dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal 1 April 1989

ttd.

(SOEHARTO)


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 1 April 1989

TTD.

MOERDIONO)


MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1989 NOMOR.11


Penjelasan Undang-Undang N0.3 Th 1989