PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2000
TENTANG
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO
DAN ORBIT SATELIT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 36 Tahun 1999 tentang:Telekomunikasi, dipandang perlu untuk menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit; |
Mengingat | : | 1. | Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; |
| | 2. | Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan | : |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN
ORBIT SATELIT. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
- Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,
optik radio atau sistem elektromagnetik lainnya;
- Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi;
- Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi;
- Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio;
- Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya
yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
- Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
- Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah,
badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi
pertahanan keamanan negara;
- Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan
telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
- Satelit adalah suatu benda yang beredar di ruang angkasa dan mengelilingi
bumi, berfungsi sebagai stasiun radio yang menerima dan memancarkan atau
memancarkan kembali dan atau menerima, memproses dan memancarkan kembali
sinyal komunikasi radio;
- Stasiun radio adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau
perangkat penerima atau gabungan dari perangkat pemancar dan penerima termasuk
alat perlengkapan yang diperlukan disatu lokasi untuk menyelenggarakan
komunikasi radio;
- Komunikasi radio adalah telekomunikasi dengan mempergunakan gelombang
radio;
- Orbit satelit adalah sualu lintasan di angkasa yang dilalui oleh
pusat masa satelit;
- Spektrum frekuensi radio adalah kumpulan pita frekuensi radio;
- Pita frekuensi radio adalah bagian dari spektrum frekuensi radio
yang mempunyai lebar tertentu.
- Kanal frekuensi radio adalah bagian dari pita frekuensi radio yang
ditetapkan untuk suatu stasiun radio;
- Alokasi frekuensi radio adalah pencantuman pita frekuensi tertentu
dalam tabel alokasi frekuensi untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas
komunikasi radio teresterial atau dinas komunikasi radio ruang angkasa
atau dinas radio astronomi berdasarkan persyaratan tertentu. Istilah alokasi
ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita frekuensi tersebut di
atas untuk setiap jenis dinasnya.
- Penetapan (assignment) pita frekuensi radio atau kanal frekuensi
radio adalah otorisasi yang diberikan oleh suatu administrasi dalam hal
ini Menteri kepada suatu stasiun radio untuk menggunakan frekuensi radio
atau kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tetentu.
- Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
BAB II
PEMBINAAN
Pasal 2
Pembinaan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan
oleh Menteri.
Pasal 3
(1) |
Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Menteri melaksanakan fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan
dan pengendalian.
|
(2) |
Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
- perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit
pada orbit;
- penentuan prioritas penggunaan spektrum frekuensi radio;
- pendayagunaan spektrum frekuensi, radio dan lokasi satelit pada orbit;
- perizinan penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit
pada orbit;
- penelitian dan pengembangan penggunaan spektrum frekuensi radio dan
lokasi sateIit pada orbit seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi;
- koordinasi penggunaan frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit
dalam rangka mendukung kepentingan nasional;
- monitoring, observasi dan penertiban penggunaan spektrum frekuensi
radio.
|
BAB Ill
SPEKTRUM FREKUENSI RADIO
Bagian Pertama
Perencanaan
Pasal 4
Dalam perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
- mencegah terjadinya saling mengganggu;
- efisien dan ekonomis;
- perkembangan teknologi;
- kebutuhan spektrum frekuensi radio di masa depan; dan/atau
- mendahulukan kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan
dan penanggulangan keadaan marabahaya (Safety and distress), pencarian
dan pertolongan ( Search and Rescue/SAR), kesejahteraan masyarakat dan
kepentingan umum.
Pasal 5
(1) |
Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dinyatakan dalam
tabel alokasi frekuensi radio.
|
(1) |
Ketentuan mengenai tabel alokasi frekuensi radio sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
|
Pasal 6
Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio meliputi:
- perecanaan penggunaan pita frekuensi radio (band plan);dan
- perecanaan penggunaan kanal frekuensi radio (channeling plan).
Pasal 7
(1) |
Penggunaan frekuensi radio oleh kapal berbendera asing yang beroperasi
di wilayah perairan Indonesia hanya dipakai untuk keperluan:
- laporan masuk; dan
- laporan ke luar.
|
(2) |
Laporan masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan
sebelum kapal berbendera asing memasuki wilayah perairan Indonesia
|
(3) |
Laporan ke luar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan
saat kapal berbendera asing keluar dari wilayah perairan Indonesia.
|
Pasal 8
(1) |
Penggunaan frekuensi radio oleh kapal berbendera, asing yang beroperasi
di wilayah perairan Indonesia selain dipakai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, dapat pula:
- digunakan untuk kepentingan keselamatan kapal dan pelayaran, navigasi
pelayaran, keamanan negara, pencarian dan pertolongan (SAR), bencana alam,
keadaan marabahaya, wabah; atau
- disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara
telekomunikasi; atau
- merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi
dinas bergerak pelayaran.
|
(2) |
Ketentuan mengenai tata cara penggunaan frekuensi radio sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
|
Pasal 9
(1) |
Penggunaan frekuensi radio oleh pesawat udara, sipil asing yang
beroperasi dari dan ke wilayah udara Indonesia dipakai untuk keperluan:
- laporan masuk; dan
- laporan ke luar.
|
(2) |
Laporan masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a. dilakukan
sebelum pesawat udara sipil asing memasuki wilayah udara Indonesia.
|
(3) |
Laporan ke luar sebagaimana dimaksud; dalam ayat (1) huruf b. dilakukan
sebelum pesawat udara sipil asing keluar dari wilayah udara Indonesia.
|
Pasal 10
(1) |
Penggunaan frekuensi radio oleh pesawat udara sipil asing yang beroperasi
dari dan ke wilayah udara Indonesia selain dipakai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, dapat pula:
- digunakan untuk kepentingan keselamatan lalulintas penerbangan, navigasi
penerbangan, keamanan negara, pencarian dan pertolongan (SAR), bencana
alam, keadaan marabahaya, wabah; atau
- disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara
telekomunikasi; atau
- merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi
dinas bergerak penerbangan.
|
(2) |
Ketentuan mengenai tata cara penggunaan frekuensi radio sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
|
Pasal 11
(1) |
Alokasi pita frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi
khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara ditetapkan oleh Menteri.
|
(2) |
Perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio untuk
keperluan pertahanan negara ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia,
|
(3) |
Perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio untuk
keperluan keamanan negara ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
|
Pasal 12
Penggunaan kanal frekuensi radio untuk keperluan pertahanan keamanan
negara ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Panglima Tentara
Nasional Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Pasal 13
(1) |
Panglima Tentara Nasional Indonesia memberitahukan perencanaan dan
penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio
bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan negara
kepada Menteri.
|
(2) |
Kepala Kepolisian Republik Indonesia memberitahukan perencanaan
dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi
radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan
negara kepada Menteri.
|
(3) |
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) mencakup
hal-hal sebagai berikut:
- pita dan atau kanal frekuensi radio yang digunakan;
- lokasi penggunaan stasiun radio; dan
- spesifikasi teknis.
|
Pasal 14
(1) |
Menteri dapat menetapkan penggunaan bersama pita frekuensi radio
dan atau kanal frekuensi radio.
|
(2) |
Penetapan pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio yang
digunakan secara bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dikoordinasikan
dengan pengguna yang sudah ada atau antar pengguna.
|
(3) |
Penetapan penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal
frekuensi radio harus memenuhi prinsip efisiensi dan tidak saling mengganggu.
|
(4) |
Pelaksanaan penetapan penggunaan bersama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) mengikuti ketentuan internasional.
|
Pasal 15
Penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio
dapat berbentuk pembedaan waktu, wilayah, atau teknologi.
Pasal 16
Penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio
dengan pengguna di negara lain harus dikoordinasikan oleh Administrasi
Telekomunikasi Indonesia dengan administrasi telekomunikasi negara dimaksud.
Bagian Ketiga
Perizinan
Pasal 17
(1) |
Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi
wajib mendapatkan izin Menteri.
|
(2) |
(2) lzin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) merupakan penetapan penggunaan spektrum frekuensi radio dalam
bentuk pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio.
|
(3) |
(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan ketentuan operasional
penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Keputusan Menteri.
|
Pasal 18
(1) |
lzin penggunaan spektrum frekuensi radio dalam rangka penyelenggaraan
telekomunikasi diberikan melalui tahapan pengalokasian frekuensi radio
dan penetapan penggunaan frekuensi radio.
|
(2) |
Pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio wajib melaporkan
rencana penempatan stasiun radionya kepada Menteri.
|
(3) |
Dalam hal rencana penempatan stasiun radio dapat mengganggu stasiun
radio lain, pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio harus merubah
rencana penempatan stasiun radio dan atau parameter teknisnya.
|
(4) |
Pelaporan penempatan stasiun radio harus disertai parameterparameter
teknis.
|
Pasal 19
Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Menteri menetapkan
izin stasiun radio sesuai hasil analisa teknis.
Pasal 20
(1) |
Spektrum frekuensi radio dapat digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan
telekomunikasi yang bersifat sementara.
|
(2) |
Penggunaan spektrum frekuensi radio yang bersifat sementara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) paling lama untuk 1 (satu) tahun.
|
(3) |
lzin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diberikan dalam bentuk izin stasiun radio sementara.
|
(4) |
Ketentuan mengenai tata cara perizinan penggunaan spektrum frekuensi
radio yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan Menteri.
|
Pasal 21
(1) |
Permohonan izin penggunaan spektrum frekuensi radio diajukan secara
tertulis kepada Menteri.
|
(2) |
Pemohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk penggunaan
frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi, harus dilengkapi salinan
izin prinsip.
|
(3) |
Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk pengembangan
penyelenggaraan telekomunikasi, harus dilengkapi dengan salinan izin penyelenggaraan
telekomunikasi yang dimilikinya.
|
Pasal 22
Permohonan izin penggunaan spektrum frekuensi radio bagi penyelenggaraan
telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan, dinas khusus, sistem
komunikasi radio lingkup terbatas dan sistem komunikasi radio dari titik
ke titik tidak perlu menyertakan izin prinsip dan atau izin penyelenggaraan
telekomunikasi.
Pasal 23
(1) |
Izin stasiun radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam
bentuk pita frekuensi radio diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.
|
(2) |
Izin stasiun radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam
bentuk kanal frekuensi radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun.
|
Pasal 24
(1) |
Pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya
dapat memperbaharui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru.
|
(2) |
Pemegang izin stasiun radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memperoleh prioritas dalam proses permohonan izin baru.
|
Pasal 25
(1) |
Pemegang alokasi frekuensi radio tidak dapat mengalihkan alokasi
frekuensi radio yang telah diperolehnya kepada pihak lain.
|
(2) |
lzin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali
ada persetujuan dari Menteri.
|
Pasal 26
Frekuensi radio yang tidak digunakan lagi wajib dikembalikan kepada
Menteri.
Bagian Keempat
Realokasi Frekuensi Radio
Pasal 27
(1) |
Realokasi frekuensi radio dilakukan karena adanya perubahan alokasi
frekuensi radio internasional dan atau penyesuaian peruntukannya.
|
(2) |
Menteri menetapkanl alokasi frekuensi radio baru sebagai pengganti
alokasi frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
(3) |
Dalam pelaksanaan realokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Menteri memberitahukan rencana realokasi frekuensi radio kepada pemegang
izin stasiun radio sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum penetapan alokasi
frekuensi radio baru.
|
Pasal 28
Dalam hal realokasi frekuensi radio dilakukan sebelum izin stasiun radio
berakhir, pengguna spektrum frekuensi radio baru wajib mengganti segala
biaya yang ditimbulkan akibat realokasi frekuensi radio kepada pengguna
spektrum frekuensi radio lama.
Bagian Kelima
Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio
Pasal 29
(1) |
Setiap pengguna spektrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan
telekomunikasi wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio.
|
(2) |
Dalam menetapkan besarnya biaya hak penggunaan spektrum frekuensi
radio digunakan formula dengan memperhatikan komponen:
- jenis frekuensi radio;
- lebar pita dan atau kanal frekuensi radio;
- luas cakupan;
- lokasi;
- minat pasar.
|
(3) |
Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio mulai dikenakan pada
saat izin stasiun radio diterbitkan.
|
(4) |
Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio dibayar dimuka setiap
tahun.
|
Pasal 30
Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio bagi penggunaan bersama
pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dibebankan secara penuh
kepada masing-masing pengguna.
Pasal 31
(1) |
Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi
yang tidak dikenakan biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio meliputi:
- telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara;
- telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas khusus;
- telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah
yang digunakan oleh perwakilan negara asing di Indonesia ke dan atau
dari negara asal berdasarkan azas timbal balik.
|
(2) |
Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi
yang tidak dikenakan biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio selain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB IV
ORBIT SATELIT
Bagian Pertama
Penggunaan
Pasal 32
(1) |
Penyelenggara telekomunikasi yang akan menggunakan satelit wajib
mengajukan permohonan pendaftaran penggunaan satelit secara tertulis kepada
Menteri.
|
(2) |
Permohonan sebagaimana dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
parameter teknis yang meliputi rencana lokasi satelit pada orbit, daerah
cakupan, dan frekuensi radio yang akan digunakan.
|
Pasal 33
(1) |
Menteri selaku Administrasi Telekomunikasi Indonesia mendaftarkan
rencana penggunaan satelit ke International Telecommunication Union.
|
(2) |
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti tahapan
publikasi awal, koordinasi, dan notifikasi.
|
Pasal 34
(1) |
Menteri menetapkan penggunaan lokasi satelit pada orbit untuk penyelenggaraan
telekomunikasi.
|
(2) |
Masa berlaku penggunaan lokasi satelit pada orbit sesuai dengan
umur satelit dan dapat diperpanjang.
|
(3) |
Penetapan penggunaan lokasi satelit pada orbit untuk penyelenggaraan
telekomunikasi tidak dapat dialihkan.
|
Bagian Kedua
Biaya Hak Penggunaan (BHP) Orbit Satelit
Pasal 35
(1) |
Setiap penyelenggara telekomunikasi yang menggunakan lokasi satelit
pada orbit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
|
(2) |
Besaran biaya hak penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
|
(3) |
Dalam penetapan besaran biaya hak penggunaan orbit satelit, diperhatikan
komponen:
- biaya pendaftaran;
- biaya koordinasi.
|
(4) |
Biaya hak penggunaan orbit satelit dikenakan 1 (satu) kali sepanjang
usia satelit dan dibayar dimuka.
|
(5) |
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran biaya hak penggunaan orbit
satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
|
BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 36
(1) |
Menteri melakukan penggawasan dan pengendalian terhadap penggunaan
spektrum frekuensi radio dan atau orbit satelit.
|
(2) |
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan kegiatan observasi, monitoring, dan penerbitan.
|
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
|
Pasal 37
(1) |
Pengguna frekuensi radio harus melaporkan terjadinya gangguan terhadap
frekuensi radio kepada Menteri.
|
(2) |
Menteri melakukan upaya untuk mengatasi gangguan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
|
Pasal 38
(1) |
Dalam hal sumber gangguan frekuensi radio berasal dari negara lain,
Menteri melaksanakan koordinasi dengan negara asal gangguan.
|
(2) |
Menteri dan administrasi telekomunikasi negara asal gangguan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) melakukan upaya bersama untuk menanggulangi gangguan
frekuensi radio.
|
(3) |
Menteri melaporkan teriadinya gangguan frekuensi radio, dan melaporkan
hasil penanggulangan gangguan frekuensi radio kepada International Telecommunication
Union.
|
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 8 September 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Juli 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ll Juli 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2000 NOMOR 108
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET Rl
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I,
Lambock V Nahattands
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2000
TENTANG
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO
DAN ORBIT SATELIT
U M U M
Spektrum frekuensi radio dan orbit safelit merupakan sumber daya alam
terbatas, dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya
serta tidak saling mengganggu, mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat
ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah negara.
Sumber daya alam tersebut perlu dikelola dan diatur pembinaannya guna
memperoleh manfaat yang optimal dengan memperhatikan kaidah hukum nasional
maupun internasional seperti konstitusi dan konvensi International Telecommunication
Union serta Radio Regulation.
Dalam rangka pengaturan pengelolaan dan pembinaan sumber daya alam dimaksud,
dirasakan perlu untuk menetapkannya dalam Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ditegaskan bahwa pembinaan penggunaan
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan oleh Menteri. Hal
ini dikarenakan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit adalah sumber daya alami
yang terbatas. Oleh karena itu, perlu kiranya ada perencanaan terhadap penggunaan sumber
daya alam dimaksud.
Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi
wajib mendapatkan izin Menteri. Sedangkan untuk penggunaan satelit wajib
mengajukan permohonan pendaftaran penggunaan satelit kepada Menteri. Penggunaan
terhadap spektrum frekuensi radio dan penggunaan lokasi satelit pada orbit
dikenakan biaya penggunaan yang besarannya ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri.
Terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan
pengawasan dan pengendalian oleh Menteri.
Dalam hal adanya gangguan frekuensi radio, pengguna frekuensi radio
harus melaporkan kepada Menteri. Dan Menteri akan melakukan upaya perbaikan
terhadap gangguan tersebut.
Apabila sumber gangguan dari negara lain maka Menteri melakukan koordinasi
dengan administrasi telekomukasi negara asal gangguan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Ayat (1)
Ayat (2)
Huruf a
Lokasi sitelit pada orbit adalah tempat kedudukan satelit pada orbit
satelit baik geostasioner maupun non-geostasioner. Untuk mendapatkan lokasi
satelit pada orbit diperlukan proses pendaftaran ke International Telecommunication
Union oleh Administrasi TeIekomunikasi Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan pendayagunaan antara lain penggunaan frekuensi
radio secara bersama (sharing), dan penetapan kembalialokasi frekuensi
radio sesuai dengan perkembangan teknologi (realokasi).
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Monitoring, observasi dan penertiban dimaksudkan antara lain untuk memberikan
perlindungan kepada pengguna spektrum frekuensi dari gangguan yang merugikan.
Pasal 4
Pasal 5
Ayat (1)
Tabel alokasi frekuensi radio adalah tabel yang berisi pengalokasian
pita frekuensi radio secara rinci berdasarkan dinas-dinas sebagaimana yang
tercantum pada Peraturan Radio Internasional (Radio Regulation). Tabel
alokasi frekuensi radio untuk Indonesia diatur dengan mengacu kepada tabel
alokasi frekuensi internasional untuk wilayah 3 (Region 3) sesuai dengan
ketentuan Intarnational Telecommuncation Union (ITU),
Ayat (2)
Pasal 6
Huruf a
Perencanaan penggunaan pita frekuensi radio adalah pembagian pita frekuensi
radio di dalam alokasi frekuensi radio untuk keperluan telekomunikasi dan
bukan telekomunikasi.
Huruf b
Perencanaan penggunaan kanal frekuensi radio ditujukan untuk menetapkan
frekuensi kerja suatu stasiun radio.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan laporan masuk dan laporan keluar adalah pemberitahuan
kepada instansi yang berwenang dalam hal ini penguasa pelabuhan (port authority)
terdekat tentang waktu masuk dan keluarnya kapal berbendera asing dari
wilayah perairan Indonesia.
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 8
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan laporan masuk dan laporan keluar adalah pemberitahuan
kepada penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan melalui komunikasi
radio dinas bergerak penerbangan mengenai masuk dan keluarnya pesawat udara
sipil asing dari wilayah udara Indonesia.
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 10
Pasal 11
Ayat (1)
Ayat (2)
Perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio diperuntukan
bagi kegiatan operasional pertahanan.
Ayat (3)
Perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio diperuntukan
bagi kegiatan operasional keamanan.
Pasal 12
Pasal 13
Ayat (1)
Dalam rangka perecanaan dan penggunaan alokasi pita frekuensi radio
atau kanal frekuensi radio, seperti mendirikan stasiun radio untuk keperluan
pertahanan keamanan negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kepala
Kepolisian Republik Indonesia harus memberitahukan penggunaan frekuensi
radio kepada Menteri untuk kepentingan perencanaan penggunaan spektrum
frekuensi radio secara nasional.
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penggunaan bersama (sharing) adalah penggunaan
frekuensi radio yang sama untuk dua atau lebih dinas komunikasi radio.
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Ketentuan international yang dimaksudkan merujuk kepada peraturan-peraturan
yang ditetapkan oleh International Telecommunication Union.
Pasal 15
Yang dimaksud dengan pembedaan waktu (time separation) untuk penggunaan
bersama antara lain adalah pembedaan waktu pengoperasian perangkat radio.
Dan pembedaan wilayah (spatial separation) antara lain adalah pembedaan
lokasi dan pembedaan arah pola radiasi antena. Serta pembedaan teknologi
(technology separation) antara lain adalah pembedaan polarisasi dan pemabedaan
kode akses (Code Division Multiple Access/CDMA).
Pasal 16
Yang dimaksud dengan koordinasi adalah proses penjajakan kemungkinan
penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio
melalui perhitungan teknis gangguan frekuensi radio antara dua atau lebih
administrasi telekomukasi.
Koordinasi yang dimaksud meliputi
- koordinasi antara pengguna pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi
radio terestrial-terestrial;
- koordinasi antara pengguna pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi
radio terestrial-satelit;
- koordinasi antara pengguna pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi
radio satelit-satelit.
Pasal 17
Ayat (1)
Ayat (2)
Izin penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi
radio diperuntukan bagi keperluan sistem telekomunikasi tertentu yang memerlukan
lebar pita frekuensi radio tertentu. Sedangkan izin penggunaan frekuensi
radio dalam bentuk kanal frekuensi radio diperuntukan bagi sistem telekomunikasi
titik ke titik (point-to-point) atau titik ke banyak titik (point-to-multipoint)
yang hanya memerlukan satu kanal frekuensi radio.
Ayat (3)
Pasal 18
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan stasiun radio lain adalah stasiun radio yang telah
memiliki izin.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan parameter-parameter teknis antara lain mencakup
daya pancar, frekuensi radio, daerah cakupan, arah pancar, penguatan antena
(gain antenna), dan letak geografis.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan hasil analisa teknis adalah hasil perhitungan dari
parameter-parameter teknis.
Pasal 20
Ayat (1)
Kegiatan-kegiatan yang bersifat sementara adalah kegiatan yang menggunakan
spektrum frekuensi radio kurang dari 1 (satu) tahun, contohnya kegiatan
kenegaraan, penelitian atau pameran yang berskala nasional atau internasional.
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Ayat (1)
Sepanjang masa laku izin penggunaan frekuensi radio dilaksanakan evaluasi
secara berkala untuk memperoleh gambaran unjuk kerja pelayanan kepada masyarakat
guna bahan masukan penilaiannya. Hasil penilaian tersebut merupakan masukan
untuk bahan pertimbangan keputusan untuk pengakhiran izin atau perpanjangan.
Ayat (2)
Pasal 24
Pasal 25
Ayat (1)
Ayat (2)
Pada prinsipnya izin stasiun radio tidak dapat dialihkan. Namun, dalam
hal kepemilikan perusahaan dialihkan dan atau ada penggabungan antar dua
perusahaan atau lebih, maka pengalihan izin stasiun radio dimungkinkan
setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri.
Pasal 26
Pasal 27
Ayat (1)
Penyesuaian peruntukan frekuensi radio dimungkinkan karena adanya perkembangan
dan perubahan teknologi. Penyesuaian peruntukan dimaksud merupakan hasil
kajian konvensi yang dilaksanakan, disepakati, dan dituangkan dalam ketentuan.
Ayat (2)
Ayat (3)
Perencanaan realokasi frekuensi diupayakan dilaksanakan sedini mungkin
untuk meminimalisasi biaya-biaya yang dapat ditimbulkan akibat proses realokasi.
Pasal 28
Bentuk ganti rugi atau besarnya biaya ganti rugi akibat realokasi frekuensi
radio ditetapkan berdasarkan kesepakatan antar pengguna spektrum frekuensi
radio lama dan pengguna spektrum frekuensi radio baru.
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Jenis penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan dinas khusus
meliputi antara lain astronomi, navigasi pelayaran dan penerbangan, pencarian
dan pertolongan (SAR), balai monitoring frekuensi nasional, keselamatan
penerbangan, keselamatan pelayaran, meteorologi dan geofisika, dan penginderaan
jarak jauh.
Huruf c
Yang dimaksud dengan azas timbal balik adalah kesepakatan bersama antara
negara Indonesia dengan negara lain untuk saling membebaskan biaya penggunaan
spektrum frekuensi radio untuk hubungan ke dan atau dari negara asal.
Yang dimaksud dengan perwakilan negara asing temasuk diantaranya badan/organisasi
dunia dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa dan organisasi resmi regional
seperti ASEAN.
Ayat (2)
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Ayat (1)
Penetapan penggunaan lokasi satelit pada orbit didasarkan kepada rencana
Penggunaan satelit dan hasil koordinasi dengan Administrasi Telekomunikasi
Negara lain.
Dalam hal koordinasi satelit belum selesai seluruhnya, izin penggunaan
frekuensi radio untuk segmen bumi dapat diberikan dengan syarat koordinasi
tetap dilanjutkan hingga selesai.
Ayat (2)
Umur satelit adalah masa satelit tersebut berfungsi sesuai peruntukannya.Perpanjangan
penggunaan lokasi satelit pada orbit tetap melalui tahapan-tahapan sesuai
ketentuan International Telecommunication Union.
Ayat (3)
Pada dasarnya hak penggunaan lokasi satelit pada orbit adalah pada Administrasi
Telekomunikasi Indonesia.
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3981
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 53 TAHUN 2000
TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT
|